Dalil
yang Tegas Tentang Kewajiban Khilafah
Kewajiban Khilafah adalah perkara yang jelas dalilnya berdasarkan Al Qur’an
, as Sunnah, dan ijmak Sahabat. Meskipun demikian masih ada yang menyatakan
bahwa Khilafah tidak memiliki pijakan nash. Berikut ini tulisan tentang hal itu
yang diambil dari kitab ajhizatu ad Daulah al Khilafah (Struktur Negara Khilafah ). Kitab ini dikeluarkan dan
diadopsi oleh Hizb at-Tahrir. (redaksi)
Pertama,
bahwa sistem pemerintahan Islam yang diwajibkan oleh Tuhan semesta alam adalah
sistem Khilafah. Di dalam sistem khilafah ini, Khalifah diangkat melalui baiat
berdasarkan kitabullah dan sunah rasul-Nya untuk memerintah (memutuskan
perkara) sesuai dengan apa yang diturunkan oleh Allah. Dalil-dalilnya banyak,
diambil dari al-kitab, as-sunah dan ijmak sahabat :
Dalil dari al-kitab, bahwa Allah Swt telah berfirman menyeru
Rasul saw :
فَاحْكُمْ
بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ
مِنَ الْحَقِّ
Putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. (QS. al-Maidah [5]: 48)
وَأَنِ
احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ
وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ
Hendaklah
kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap
mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah
diturunkan Allah kepadamu.(QS.
al-Maidah [5]: 49).
Seruan kepada Rasul saw untuk memutuskan perkara diantara
mereka sesuai dengan apa yang diturunkan oleh Allah juga merupakan seruan bagi
umat Beliau saw. Mafhumnya adalah hendaknya umat Beliau mewujudkan seorang
hakim setelah Rasulullah saw untuk memutuskan perkara diantara mereka sesuai
dengan apa yang diturunkan oleh Allah. Perintah dalam seruan ini bersifat
tegas. Karena yang menjadi obyek seruan adalah wajib. Sebagaimana dalam ketentuan
ushul, ini merupakan indikasi yang menunjukkan jazm (tegas). Hakim yang
memutuskan perkara diantara kaum muslim setelah wafatnya Rasulullah saw adalah
Khalifah. Sistem pemerintahan menurut sisi ini adalah sistem Khilafah. Terlebih
lagi bahwa penegakan hudud dan seluruh ketentuan hukum syara adalah sesuatu
yang wajib. Kewajiban ini tidak akan terlaksana tanpa adanya penguasa. Dan
kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan sesuatu maka sesuatu itu hukumnya
menjadi wajib. Yakni bahwa mewujudkan penguasa yang menegakkan syariat hukumnya
adalah wajib. Penguasa menurut sisi ini adalah Khalifah dan sistem
pemerintahannya adalah sistem khilafah.
Adapun dalil dari as-Sunah, telah diriwayatkan dari Nafi’,
ia berkata : “Abdullah bin Umar telah berkata kepadaku : “aku mendengar
Rasulullah saw pernah bersabda :
مَنْ
خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةً لَهُ وَ
مَنْ مَاتَ وَ لَيْسَ فِيْ عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
Siapa
saja yang melepaskan tangan dari ketaatan, ia akan menjumpai Allah pada hari
kiamat kelak tanpa memiliki hujah, dan siapa saja yang mati sedang di pundaknya
tidak terdapat baiat, maka ia mati seperti kematian jahiliyah (HR.
Muslim)
Nabi saw telah mewajibkan kepada setiap muslim agar
dipundaknya terdapat baiat. Beliau juga mensifati orang yang mati sedangkan di
pundaknya tidak terdapat baiat bahwa ia mati seperti kematian jahiliyah. Baiat
tidak akan terjadi setelah Rasulullah saw kecuali kepada Khalifah, bukan yang
lain. Hadits tersebut mewajibkan adanya baiat di atas pundak setiap muslim.
Yakni adanya Khalifah yang dengan eksistensinya itu terealisasi adanya baiat di
atas pundak setiap muslim. Imam muslim meriwayatkan dari al-A’raj dari Abu
Hurairah dari Nabi saw, Beliau pernah bersabda :
إِنَّمَا
اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَ يُتَّقَى بِهِ
Seorang
imam tidak lain laksana perisai, dimana orang-orang akan berperang di
belakangnya dan menjadikannya pelindung (HR. Muslim)
Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abi Hazim, ia berkata :
” aku mengikuti mejelis Abu Hurairah selama lima tahun, dan aku mendengar ia
menyampaikan hadits dari Nabi saw, Beliau pernah bersabda :
كَانَتْ
بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ
نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ فَتَكْثُرُ، قَالُوا
فَمَا تَأْمُرُنَا؟ قَالَ: فُوْا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ
حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
Dahulu
Bani Israel diurusi dan dipelihara oleh para nabi, setiap kali seorang nabi
meninggal digantikan oleh nabi yang lain, dan sesungguhnya tidak ada nabi
sesudahku, dan akan ada para Khalifah, dan mereka banyak, para sahabat bertanya
: “lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Nabi bersabda : “penuhilah
baiat yang pertama dan yang pertama, berikanlah kepada mereka hak mereka, dan
sesungguhnya Allah akan meminta pertanggung-jawaban mereka atas apa yang mereka
diminta untuk mengatur dan memeliharanya (HR. Muslim)
Di dalam hadits-hadits ini terdapat sifat bagi Khalifah
sebagai junnah yakni perisai. Sifat yang diberikan Rasul saw bahwa imam adalah
perisai merupakan ikhbar (pemberitahuan) yang di dalamnya terdapat pujian atas
eksistensi seorang imam. Ini merupakan tuntutan. Karena pemberitahuan dari
Allah dan Rasul saw, jika mengandung celaan merupakan tuntutan untuk
meninggalkan, yakni larangan. Dan jika mengandung pujian maka merupakan
tuntutan untuk melakukan. Dan jika aktivitas yang dituntut pelaksanaannya
memiliki konsekuensi tegaknya hukum syara’, atau pengabaiannya memiliki
konsekuensi terabaikannya hukum syara’, maka tuntutan itu bersifat tegas. Dalam
hadits ini juga terdapat pemberitahuan bahwa orang yang mengurus kaum muslim
adalah para Khalifah. Maka hadits ini merupakan tuntutan mengangkat Khalifah.
Terlebih lagi, Rasul saw memerintahkan untuk mentaati para Khalifah dan
memerangi orang yang hendak merebut kekuasaannya dalam jabatan khilafahnya. Ini
artinya perintah untuk mengangkat Khalifah dan menjaga keberlangsungan
khilafahnya dengan cara memerangi semua orang yang hendak merebutnya. Imam
Muslim telah meriwayatkan bahwa Rasul saw pernah bersabda :
وَ
مَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَ ثَمْرَةَ قَلْبِهِ
فَلْيُطِعْهُ إِنْ اِسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرٌ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوْا
عُنُقَ اْلآخَرِ
Dan
siapa saja yang telah membaiat seorang imam lalu ia telah memberikan genggaman
tangannya dan buah hatinya, maka hendaklah ia mentaatinya sesuai dengan
kemampuannya, dan jika datang orang lain yang hendak merebut kekuasaannya maka
penggallah orang lain itu (HR. Muslim)
Perintah mentaati imam merupakan perintah untuk
mengangkatnya. Dan perintah memerangi orang yang hendak merebut kekuasaannya
merupakan qarinah (indikasi) yang tegas atas wajibnya kelangsungan eksistensi
Khalifah yang satu.
Sedangkan dalil berupa ijma’ sahabat, maka para sahabat –ridhwanaLlâh ‘alayhim– telah bersepakat
atas keharusan pengangkatan Khalifah (pengganti) bagi Rasulullah saw setelah
Beliau wafat. Mereka telah bersepakat untuk mengangkat Abu Bakar sebagai
Khalifah, lalu Umar bin Khaththab sepeninggal Abu Bakar, dan sepeninggal Umar,
Utsman bin Affan. Telah nampak jelas penegasan ijmak sahabat terhadap wajibnya
pengangkatan Khalifah dari penundaan pengebumian jenazah Rasulullah saw, lalu
mereka lebih menyibukkan diri untuk mengangkat Khalifah (pengganti) Beliau.
Sementara mengebumikan jenazah setelah kematiannya adalah wajib. Para sahabat
adalah pihak yang berkewajiban mengurus jenazah Rasul saw dan mengebumikannya,
sebagian dari mereka lebih menyibukkan diri untuk mengangkat Khalifah, sementara
sebagian yang lain diam saja atas hal itu dan mereka ikut serta dalam penundaan
pengebumian jenazah Rasul saw sampai dua malam. Padahal mereka mampu
mengingkarinya dan mampu mengebumikan jenazah Rasul saw. Rasul saw wafat pada
waktu dhuha hari Senin, lalu disemayamkan dan belum dikebumikan selama malam
Selasa, dan Selasa siang saat Abu Bakar dibaiat. Kemudian jenazah Rasul
dikebumikan pada tengah malam, malam Rabu. Jadi pengebumian itu ditunda selama
dua malam dan Abu Bakar dibaiat terlebih dahulu sebelum pengebumian jenazah
Rasul saw. Maka realita tersebut merupakan ijmak sahabat untuk lebih
menyibukkkan diri mengangkat Khalifah dari pada mengebumikan jenazah. Hal itu
tidak akan terjadi kecuali bahwa mengangkat Khalifah lebih wajib daripada
mengebumikan jenazah. Juga bahwa para sahabat seluruhnya telah berijmak
sepanjang kehidupan mereka akan wajibnya mengangkat Khalifah. Meski mereka
berbeda pendapat mengenai seseorang yang dipilih sebagai Khalifah, mereka tidak
berbeda pendapat sama sekali atas wajibnya mengangkat Khalifah baik ketika
Rasul saw wafat, maupun ketika para Khulafaur Rasyidin wafat. Maka ijmak
sahabat itu merupakan dalil yang jelas dan kuat atas wajibnya mengangkat
Khalifah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar